Orang Papua dari Waropen (The Papuas Of Waropen)

papuas of waropen bookJudul: The Papuas of Waropen
Penulis: Prof. Dr. G. J. Held
Penerbit: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde Translation Series 2
Tempat, penerbitan, tahun: The Hague: Martinus Nijhoff 1957
Non-fiksi: 407 halaman
Isi: prawacana editorial, prawacana, pengantar, delapan bab, glosari, daftar foto (77 lembar), daftar gambar (32 lembar), singkatan, dan indeks

Kategori: ANTROPOLOGI-BUDAYA/ANTROPOLOGI-SOSIAL/ETNOGRAFI OSEANIA
***
Orang Papua dari Waropen
Seperti yang sudah dijelaskan dalam resensi 8, The Papuas of Waropen karya Dr. G. J. Held adalah terjemahan bahasa Inggris dari buku aslinya, Papoea’s van Waropen. Ini suatu hasil penelitian antropologi-budaya, antropologi-sosial, atau etnografi Oseania yang bagus tentang Nieuw Guinea Belanda. Ia suatu laporan rinci tentang penelitian lapangan yang dilakukan Held sebelum PD II dan diterbitkan pertama kali dalam bahasa Belanda di Belanda tahun 1947.
The Papuas of Waropen adalah suatu buku ilmiah di bidang antropologi yang berisi pemerian tentang sistem sosial di Waropen. Buku ini memerikan secara teliti banyak ciri utama sistem sosial itu yang menjadi minat umum mahasiswa, pemerhati, dan ahli antropologi atau etnologi di Oseania. Asas-asas yang mendasari minat mereka berulang-ulang dalam kombinasi dan konteks yang berbeda-beda melintasi suatu kawasan yang luas di Samudera Pasifik.
Buku itu disajikan sebagai suatu etnografi umum konvensional. Meskipun demikian, minat khusus Held pada agama tradisional (kebanyakan orang Waropen belum menjadi pemeluk Kristen ketika Held melakukan penelitiannya). Kasarnya, ada sekitar separuh buku Held dikhususkan untuk upacara dan kosmologi Waropen.
Orang Waropen tinggal di pantai bagian timur Teluk Geelvink di utara Nieuw Guinea Belanda. Kawasan ini punya daya tarik khusus bagi para ahli antropologi. Di tempat ini, kebudayaan Indonesia dan Melanesia bertemu dan, sampai batas tertentu, berbaur. Akan tetapi, Held kesulitan memutuskan apakah kebudayaan Waropen harus dipandang sebagai kebudayaan Indonesia atau Melanesia. Dalam hubungan ini, menarik untuk mengetahui pemerian Held tentang harta-milik bernilai tinggi yang menaikkan gengsi pemiliknya. Itu mencakup tidak hanya guci-guci China bernilai tinggi pada suku Iban di Kalimantan tapi juga gelang-gelang yang dibuat dari kerang konus yang membentuk pertukaran kzlla di Kepulauan Trobiand (di Laut Solomon, timur Papua Nugini) dan dinilai tinggi sebagai hiasan pada kebanyakan kawasan Melanesia.
Dr. Held mengalami kesulitan juga dalam mengelompokkan bahasa Waropen. Apakah bahasa ini tergolong pada keluarga bahasa Austronesia (bahasa kawasan yang mencakup Indonesia, Melanesia, Mikronesia, Polinesia, dan pulau-pulau berdekatan di Samudra Pasifik) atau bahasa “Papua” yang dipakai di pedalaman Nieuw Guinea Belanda dan pada daerah-daerah lain di pesisir Teluk Geelvink? Menurut Held, bahasa Waropen tergolong pada keluarga bahasa Austronesia karena ada ciri-ciri yang sama antara bahasa ini dan keluarga bahasa Austronesia. Tapi ia berbeda dengan bahasa-bahasa Papua. Kemudian, ciri-ciri jasmani orang Waropen yang diteliti berdasarkan foto-foto mereka tampaknya menunjukkan bahwa pengaruh Indonesia sedikit. Karena itu, Held mengalami kesulitan dalam menentukan keluarga bahasa Waropen.
Tentang kampung-kampung Waropen, Dr. G. J. Held mengatakan kampung-kampung itu terletak di kawasan hutan bakau dan hutan pasang-surut. Di kawasan itu, tidak tersedia apa pun yang bisa dimakan kecuali pohon sagu yang menyediakan makanan pokok penduduk kampung-kampung itu. Makanan itu mereka tambah dengan banyak ikan, sewaktu-waktu diselingi dengan daging babi hutan, dan daging babi piara (babi yang diternak) untuk acara-acara khusus. Untuk kebutuhan-kebutuhan lain, mereka bergantung pada sistem yang luas dari ekspedisi perdagangan ke suku-suku Papua di pedalaman Waropen dan ke pulau-pulau di sekitar Waropen. Di masa lampau, tampaknya sudah ada hubungan langsung dengan pulau-pulau sejauh Kepulauan Maluku.
Setiap kampung Waropen terdiri dari dua, empat, atau lima da, sejenis klen. Anggota-anggota suatu da merasa mereka keturunan satu leluhur klen; karena itu, mereka saling berkerabat.
Setiap da dibagi menjadi sejumlah yang berubah-ubah dari ruma. Ruma adalah sekelompok anggota keluarga besar yang terikat oleh perkawinan di luar klen atau suku, bisa disebut suatu rumah atau cabang keluarga. Suatu ruma adalah suatu kelompok eksogam dari sanak-saudara menurut garis keturunan bapak, kelompok yang mencakup juga orang lain melalui adopsi.
Perkawinan diadakan dengan puteri saudara lelaki ibu. Kemungkinan lain, seperti perkawinan dengan puteri saudara perempuan ayah, dilarang, tapi ada ruang gerak tertentu dalam cara memperhitungkan hubungan yang disyaratkan untuk mengimbangi pembatasan aturan ini. Saudara lelaki ibu makin berkurang kepentingannya dibanding saudara lelaki ayah. “Asas status sosial mulai menunjukkan kenaikan di atas organisasi klen.”
Dalam ciri utama ini dan ciri utama lainnya, orang Waropen menyediakan suatu contoh yang menarik dari suatu masyarakat yang tengah mengalami peralihan. Akan tetapi, peralihan ini tanpa ketergantungan apa pun pada pengaruh luar.
Upacara dan gagasan yang berkaitan dengan perkawinan, kehamilan, inisiasi, dan kematian diperikan dan dibahas dengan sangat rinci. Pada umumnya, upacara dan gagasan itu tampaknya mengikuti pola Melanesia yang lazim, dengan penyimpangan signifikan tertentu.
Dalam penafsiran datanya, Dr. Held mengaku dia berhutang pada teori Emile Durkheim (1858-1917), dan teori pakar-pakar lain, dan pada ajaran Prof. Dr. de Josselin de Jong. Durkheim adalah seorang ahli sosiologi tenar asal Perancis sementara de Josselin de Jong adalah seorang ahli antropologi atau ilmu sosial tenar yang mengajar pada Universitas Leiden, Belanda, tempat Held kuliah. Meskipun terpengaruh pakar-pakar itu, fakta-fakta dalam buku Held membentuk suatu catatan obyektif yang punya nilai sendiri, terlepas dari pertimbangan-pertimbangan teoritis.
Bertentangan dengan kebanyakan komunitas seluruh pulau Nieuw Guinea (bagian jajahan Belanda di barat dan jajahan Inggris dan Jerman di timur), orang-orang Waropen adalah tukang-tukang yang kurang ahli dan menunjukkan kemampuan artistik yang tidak besar. Ketrampilan konstruktif paling besar mereka dicurahkan pada perahu-perahunya, sarana hubungan yang sangat mereka andalkan karena kebanyakan rumahnya dibangun di atas tiang-tiang kayu di atas air.
Alat-alat untuk berbagai kebutuhan mereka sering diukir. Alat-alat itu digunakan, misalnya, untuk memproses sagu, bagian perahu, atau rumah, penopang leher (ketika orang tidur), dan tabung-tabung bambu berukuran kecil untuk menghisap tembakau. Tapi motif-motif yang mereka ukir pada alat-alat itu jelek dan diulang-ulangi.
Buku tulisan Dr. G. J. Held berisi foto-foto dan gambar-gambar tangan yang istimewa dari seorang Papua yang menjadi asistennya. Nama penerjemah tidak diberikan. Tugasnya terbilang sulit, tapi, pada umumnya, dia laksanakan dengan baik. Ada kesalahan-kesalahan tata bahasa Inggris tertentu, termasuk pemakaian yang terus-menerus dan keliru dari kata “like,” yang harus diperbaiki dalam edisi mendatang. Terjemahan kata Papoea’s dalam bahasa Belanda menjadi Papuas pun tidak sesuai terjemahan bakunya dalam bahasa Inggris: Papuans. Acuan bibliografi di akhir buku Held tidak lengkap dan diberikan sebagai catatan kaki, dengan pemakaian yang berulang-ulang dan mengganggu dari op.cit. Akan tetapi, ini semua kesalahan-kesalahan kecil, dan tidak mengurangi rasa terima kasih kita pada mereka yang secara tepat berpikir bahwa buku itu “layak memperoleh suatu lingkaran pembaca yang lebih luas daripada yang bisa dijangkau suatu terbitan dalam bahasa Belanda.”
The Papuas of Waropen adalah suatu sumbangan yang sangat bernilai bagi pengetahuan kita tentang sistem sosial di Melanesia. Kita hanya menyesal penulisnya meninggal dunia terlalu cepat untuk melakukan analisis lanjutan tentang masyarakat Waropen.
Biografi Ringkas
Gerrit Jan Held dilahirkan di Kampen, Belanda, 1 Juli 1906 dan meninggal dunia di Jakarta 28 September 1955. Dia seorang ahli antropologi-budaya Belanda pertama yang menghasilkan suatu etnografi baku lengkap dan pemerian bahasa suatu masyarakat Papua , yaitu, masyarakat Waropen,  di Nieuw Guinea Belanda.
Held belajar sejak 1926 indologi (ilmu tentang pemerintahan dalam negeri di Hindia Belanda) di Universitas Leiden. Di sini, dia menjadi seorang ahli etnologi, bahasa Sansekerta, dan Jawa Kuno. Pada tahun 1935, dia mendapat gelar doktor untuk disertasinya tentang syair kepahlawanan dari India, Mahabrata.
Dia kemudian berdinas pada Lembaga Alkitab Belanda dan berangkat ke Nieuw Guinea Belanda tempat dia melakukan penelitian lapangan di bidang antropologi di Waropen yang waktu itu kurang terkenal. Kebanyakan data untuk penelitiannya dikumpulkan di kampung Nubuai yang pada tahun 1950 dilanda banjir bandang dan hanyut dan sesudah itu tidak dibangun lagi.
Selama penjajahan Jepang atas Hindia Belanda, Held dan isterinya menjadi tawanan. Selama masa tawanan itu, catatan-catatan penelitian lapangannya disembunyikan dengan rasa kuatir dalam beberapa bagian di kamp tawanan wanita.
Sesudah PD II, dia – sejak 1940 sudah menjadi seorang pegawai negeri bidang bahasa – mengajar sebagai seorang guru besar antropologi di Universitas Indonesia, Jakarta. Asisten dosennya waktu itu adalah Kuntjaraningrat (1923-1999), ahli antropologi pertama Indonesia, kemudian menjadi Prof. Dr. Kuntjaraningrat. Sesudah menderita sakit yang singkat, Prof. Dr. G. J. Held meninggal dunia secara tiba-tiba pada usia 49 tahun.

Komentar

Postingan Populer